Sabtu, 28 Mei 2011

Partai Malaikat


Syahdan di negeri Langitan, berjenis-jenis burung, jin dan malaikat sepakat mengangkat pemimpin melalui sistem multipartai. Setiap partai merepresentasikan identitas tertentu.

Di partai malaikat, seluruh pengurus dan kader adalah malaikat. Dan karenanya, merekalah satu-satunya partai yang tak pernah melakukan kesalahan. Tapi sebagaimana stagnasi ketaatan para malaikat – yang selalu berupa garis mendatar – partai ini juga stagnan dalam perolehan suara.


***

Tentu saja ini imajiner, dan mungkin absurd seabsurd ‘vonis’ untuk memosisikan PKS sebagai partai nir-kesalahan. Antara lain karena slogan yang jadi identitas: bersih, peduli, profesional.

“Seperti cuma mereka yang bersih, jadi parpol lain, gerakan islam yang lain kotor.” Sama artinya dengan logika “Orang pintar minum Tolak Angin”, jadi orang yang tidak pintar silakan minum obat masuk angin merk lain. Ini yang oleh KH Mustofa Bisri dijuduli ‘sindrom gebyah uyah’.

Hesma Eryani, sahabat yang juga wartawan senior, memotret reaksi kader PKS setiap ada isu negatif yang menurutnya tenang dan sabar tapi reaksioner, enggan mengakui bahwa PKS juga terdiri dari manusia yang punya potensi salah. Menurutnya kembalikan saja kasus demi kasus pada pembuktian hukum. Dan kedua, akui bahwa setiap manusia di PKS juga bisa bersalah.

***

Muhasabah (evaluasi) – tak hanya karena kemunculan isu negatif –  rutin dijalankan di internal partai, bahkan tertulis dan frekuentatif kader demi kader. Sedemikian rinci hingga terbaca apakah pekan ini si A lalai shalat malam atau tidak tilawah Al-Qur’an, atau pekan ini tidak berkontribusi di masyarakat.

Pasca merebak isu yang diembuskan KH. Yusuf Supendi pun, taujih Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin dengan prolog menahan tangis itu bukan berisi pembenaran. Justru minta seluruh kader lebih lapang dada, lebih giat bekerja, lebih menampakkan kemanfaatan di tengah masyarakat.

Tapi evaluasi internal macam ini tak signifikan diekspos ke publik, bukan? Apa perlunya.

Lapangan publik bagi parpol adalah arena perang yang musuh tak selamanya tampak. Ghalibnya, fungsi intelijen berfungsi, ‘pesan’ harus sampai ke lawan. Jiujitsu atau jurus ala Jet Li yang irit gerakan tapi efektif adalah pilihan kemudian.

Publik perlu wacana alternatif, misal betapa seorang bintang lucah negeri barat di laman jejaring berkicau bangga emailnya telah diterima Arifinto (dengan akurasi nama luar biasa). Atau common sense sederhana bagaimana dari ratusan anggota dewan, lensa tele fotografer Media Indonesia tepat mendarat di kursi A-72 Fraksi PKS. Ke-serbakebetulan yang menakjubkan.

Benar Arifinto bisa salah. Benar PKS bisa salah. Itu sebabnya ada mekanisme reward and punishment. Self punishment (mundur dari DPR RI) bahkan dilakukan Pak Pinto hanya 72 jam pasca blow up media.

Bersih dalam konteks ikhtiar dan sistemik. Bersih dalam kapasitas manusia, bukan malaikat. Menyitir pernyataan Sekretaris F-PKS, KH Abdul Hakim, “Tak ada partai malaikat di negeri ini.”

Detti Febrina
Koordinator Humas DPW PKS Lampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar